Rabu, 22 Agustus 2012

Embrio Kesultanan di Jawa

KOMPAS.com - Kesultanan Demak merupakan embrio berdirinya kesultanan di Pulau Jawa. Raden Patah atau Raden Fatah dan para wali telah menorehkan sejarah panjang perkembangan Islam melalui kekuatan politik kesultanan.
Hati-hati Bila Ketemu Wanita Cantik di Jembatan Suramadu

Raden Patah merupakan putra Prabu Brawijaya V dari salah seorang selir bernama Campa, hadiah dari Dinasti Ming, China. Brawijaya V yang merupakan raja terakhir Majapahit menghadiahkan salah satu wilayah kekuasaannya, Kampung Bintoro, kepada Raden Patah atau Djin Bun.



Bersama Wali Sanga, murid Sunan Ampel itu menjadikan wilayahnya sebagai Kasultanan Islam Demak Bintoro pada 1475 dengan misi mensyiarkan Islam di Jawa. Bintoro semula kawasan rawa dan perkampungan nelayan di dekat Sungai Tuntang yang bermuara di Laut Jawa. Kawasan ini kerap disebut Glagahwangi.

Di daerah yang tidak subur dan minim penduduk itu, Islam justru tumbuh dan berkembang atas peran Raden Patah (1475-1518) dan Wali Sanga. Pada 1477, Raden Patah dan Wali Sanga mendirikan Masjid Demak. Masjid itu mempunyai kekhasan pada bagian tiang penyangga atap tengah.

Atap tengahnya ditopang empat tiang kayu raksasa (saka guru) yang dibuat oleh empat wali, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga. Saka buatan Sunan Kalijaga itu khas karena disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal). Keempat sisa saka guru itu kini tersimpan di Museum Masjid Agung Demak.

Simbol toleransi

Masjid tertua di Jawa ini juga menjadi simbol toleransi antarpemeluk agama karena pembangunannya didukung oleh Majapahit. Ini ditandai dengan delapan saka guru di serambi yang berukiran khas Hindu-Buddha. Tiang-tiang ini hadiah dari Prabu Brawijaya V.

Masjid ini kemudian menjadi tempat berkumpul, shalat berjemaah, dan berembuk strategi syiar Islam di Jawa oleh Wali Sanga.

Gaya penyebaran Islam di tanah Jawa, khususnya oleh Wali Sanga berbeda dari daerah lain di Nusantara mengingat ajaran agama yang ada sebelumnya mengental dalam tradisi kelokalan. Sebagai contoh, metode yang diusung Sunan Kalijaga, yakni syiar melalui seni wayang kulit dan suluk tembang Jawa, serta mengenakan surjan atau pakaian adat Jawa yang mirip baju takwa.

Keturunan Sunan Kalijaga generasi ke-13, Wiedjayanto, mengatakan, syiar Sunan Kalijaga sangat mengena dan mudah dipahami masyarakat. Misalnya, tembang ”Lir-ilir” yang menggambarkan lima rukun Islam dengan buah belimbing yang punya lima sisi, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Bahkan, seorang petani belimbing dan jambu Demak, Karmono (65), mengaitkan semangat Wali Sanga dengan nama jambu khas Demak, yaitu jambu merah delima.

http://ramadhan.kompas.com/read/xml/2012/08/23/10293111/Embrio.Kesultanan.Jawa
http://3.bp.blogspot.com/-FKB-bxL3OqE/UIhFrTOWvJI/AAAAAAAAAMs/hAm141vpVbw/s640/Petua+Isteri+Tewaskan+Suami+Di+Bilik+Tidur.jpg
video ml di hotel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar